MOTIVASI LUAR BIASA DAHSYAT

Yustine Aprianto

  Yustine Aprianto

Menjadikan Pengantin Bangga Budayanya

Mengantar pengantin menjalani hari bahagianya dengan kenangan indah dan menjadikan mereka bangga akan budayanya. Itu sebagian kecil ambisi perias pengantin Yustine Apriyanto (42). Selain itu, Yustine yang memulai bisnisnya tahun 1995 tersebut dengan jeli menekuni rias pengantin Batak yang jarang diminati para rekan seprofesinya.

Budaya Batak itu indah dan istimewa seperti budaya daerah lainnya, namun para pengantin Batak tidak terlalu memikirkan busana, pelaminan, dan pernak-pernik lainnya. Yang diutamakan hanyalah makanan saja. Ketika akad nikah, pengantin cukup duduk di atas tujuh lapis tikar. Mengapa mereka tidak menampilkan budayanya ketika menikah?" ujar Yustine, perempuan asli Yogyakarta.
Padahal, sebelumnya Yustine telah lebih dulu menekuni rias pengantin Jawa, Sunda, dan Betawi. Mengapa memilih Batak? Awalnya, adalah keharusan mencari pemasukan guna kewajiban membayar para pegawai yang tetap harus dilaksanakan kendati musim pernikahan sedang sepi.
Dalam perhitungan adat Jawa dan Sunda misalnya, bulan Muharam atau Sura tidak dipilih untuk melaksanakan pernikahan. Lain dengan bulan Haji yang sangat ramai pesta pernikahan. Lantas, Yustine melirik adat Batak yang tidak terlalu ketat dalam memilih bulan agar pemasukan dapat jalan terus.
"Memang tetap ada bulan libur yaitu ketika Ramadhan. Semua libur. Kalaupun nekat mengadakan pesta, siapa yang mau datang? Orang sibuk beribadah, berbuka bersama, shalat tarawih, mengaji, dan berkumpul bersama keluarga," cetus Yustine, ibu seorang putri remaja Angela Priska Hanindra (17) dan seorang putra Alexander Hans (12).
Sementara bila dia memilih perkawinan adat Minang, di situ sudah ada banyak perias dan ahli dekorasi pelaminan yang telah punya nama. Namun, walaupun memilih adat yang jarang diminati, jalan yang ditempuhnya tidaklah mulus. Banyak yang meragukan kemampuannya merias pengantin Batak lengkap dengan pelaminan khas daerah itu.
Apalagi, dia seorang perempuan Jawa tulen, ditambah lagi minimnya referensi. Untuk itu, Yustine belajar melalui buku, foto, juga mendatangi anjungan Sumatera Utara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Beruntung, suaminya, Teguh Aprianto, yang mantan kontraktor mendukung impiannya. Ide-ide Yustine ditanggapi dan diterjemahkan suaminya yang kemudian menyampaikannya ke pegawainya yang asli dari Kudus dan pandai dalam hal ukir-mengukir.
Kini, Yustine memiliki pelaminan adat Batak Selatan dan Utara lengkap dengan hiasan kepala kerbau yang terbuat dari styrofoam yang dicat di atasnya. Untuk pelaminan Batak Utara, warna yang dipakai terbatas merah, putih, dan hitam dengan motif ukir-ukiran. Sementara, pelaminan Batak Selatan lebih berwarna-warni dengan diperbolehkannya warna hijau dan kuning selain merah, hitam, dan putih. Motif pelaminan ini umumnya berupa bentuk persegi dan wajik.
Menurut Yustine, sebetulnya dalam adat Batak, kepala kerbau itu asli dari kerbau yang dipotong untuk pesta. Setelah disembelih, kepala kerbau yang masih meneteskan darah dipajang di atas. Akan tetapi, jika hal tersebut diterapkan di tempat resepsi, mungkin tamu-tamu akan merasa ngeri. Itu sebabnya Yustine menggunakan styrofoam untuk membuat kepala kerbau.
Agar pengetahuannya lengkap, Yustine pun kerap kali berkunjung ke Tanah Batak, mencari berbagai perhiasan yang lazim dipakai pengantin daerah tersebut. Juga kain songket dan perlengkapan busana lainnya. Kain songket Batak, kata Yustine, sulit diperoleh. Lebih sering dijumpai kain songket palembang.
"Pada keluarga kaya, seluruh aksesori pengantin termasuk hiasan kepala terbuat dari emas sungguhan," ujar Yustine seraya memamerkan bulang, hiasan kepala untuk mempelai perempuan dan ampu, hiasan kepala mempelai laki-laki berbentuk topi berwarna hitam.
***
Awal karier Yustine yang datang ke Jakarta pertama kali tahun 1985 adalah sebagai konsultan kecantikan di Sari Ayu Martha Tilaar yang tugasnya antara lain mengajar ke perbagai kota. Di situ, Yustine yang telah menjadi ibu seorang putri merangkap menjadi model untuk keperluan promosi produk.
Sebagai ibu muda yang baru berkeluarga dan belum punya apa-apa, Yustine terpacu mempelajari banyak hal, termasuk ketika bertugas keliling Indonesia.
Setelah sembilan tahun bergabung dengan Martha Tilaar, Yustine memutuskan keluar. Alasannya, dia ingin memiliki usaha sendiri biarpun kecil dan mempunyai karyawan. Juga agar lebih leluasa mempelajari berbagai budaya di Indonesia. Karena kepandaiannya adalah merias pengantin, profesi itulah yang dipilihnya. Apalagi, untuk profesi itu pada mulanya tidak menuntut modal besar.
"Saya tidak punya apa-apa. Keuntungan dari merias pengantin saya belikan pakaian pengantin yang saya jahit sendiri," ujar Yustine mengenang. Kiat itu terus dijalankan sehingga akhirnya koleksi busananya terhitung lengkap. Mulai dari busana pengantin, penerima tamu, pagar ayu dan pagar bagus, among tamu, juga untuk seragam keluarga si pengantin.
Dari situ, Yustine terus mendiversifikasi usahanya dengan menangani dekorasi pelaminan, tempat resepsi, dan kamar pengantin. Juga mengerjakan undangan, suvenir, dan foto. Dalam mengerjakan dekorasi pelaminan contohnya, Yustine tak tanggung-tanggung dengan memajang gebyok antik untuk pelaminan Jawa.
"Cuma katering dan kebersihan yang tidak saya tangani," tutur perempuan tinggi langsing berambut pendek itu seraya tersenyum. Lucunya, di tempat Yustine harga busana pengantin baik dibeli maupun disewa sama saja. Jadi, para pengantin akhirnya lebih suka membeli busana tersebut.
Kini, ambisi perempuan kelahiran 26 September 1959 itu adalah menampilkan pelaminan Manado dan memiliki gedung sendiri. "Saya ingin membuat pelaminan Manado berupa rumah panggung dari kayu, lengkap dengan lorong-lorong dari bambu dan hiasan nyiur seperti suasana pedesaan dan daerah pantai di sana," cetus Yustine lagi.

 

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), dari Kompas)

Search site