MOTIVASI LUAR BIASA DAHSYAT

Mendidik Mental Wirausaha Anak Sejak Dini

Mendidik Mental Wirausaha Anak Sejak Dini

Indonesia sebagai negara besar yang memiliki penduduk sekitar 230 juta jiwa masih sangat minim memiliki wirausahawan. Berdasar data, hanya sekitar 0,18% penduduk Indonesia dari total penduduk yang merupakan wirausahawan. Padahal secara konsensus, sebuah negara agar bisa maju, minimal harus memiliki wirausahawan minimal 2% dari total penduduknya.

Peluang untuk tumbuhnya wirausahawan di negeri ini sebenarnya cukup besar, namun anehnya pengangguran dari waktu ke waktu justru makin meningkat. Salah satu penyumbang besar pengangguran dan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu adalah mereka yang berstatus sarjana. Dunia wirausaha menjadi pilihan ke-2 setelah menjadi karyawan, baik itu karyawan PNS maupun swasta. Sepertinya telah terjadi sesuatu secara sistematis di negri ini. Kenapa? Karena di jaman nenek moyang kita, jarang kita menemukan pengangguran, hamper semua masyarakat berkarya sebagai, petani, nelayan, pedagang atau profesi lain.

Sepertinya ada pergeseran budaya di masyarakat kita. Dahulu, pekerjaan diwariskan dari orang tua turun temurun. Tidak seperti sekarang, pekerjaan dicari, dilamar, dan kemudian diterima atau ditolak. Orang tua jaman sekarang merasa cukup dengan membekali anak dengan pendidikan tinggi.Asalkan otak cerdas, mereka yakin, pekerjaan telah menanti.

Tidak sedikit orang tua jaman sekarang, menjadikan anak pandai menghafal pelajaran, namun tercerabut dari realitas kehidupan. Ada keluarga petani atau keluarga pedagang, asal anak bisa jadi juara di kelas (di sekolah) maka mereka tidak usah ikut serta untuk turun kesawah membawa cangkul, atau turun ke gudang untuk merapikan barang- barang dagangan, karena itu bukalah pekerjaan seorang anak sekolah. Kerja anak sekolah hanya cukup memegang pulpen saja untuk menulis. Kondisi seperrti ini ternyata sudah menjadi fenomena dalam banyak keluarga. Perlakuan seperti ini sangat berkesan dalam memori anak. Sehingga anak- anak yang berdomisili di daerah agraris cukup banyak yang menjadi gengsi atau inferior complex (minder atau rendah diri) untuk melakukan pekerjaan yang mereka anggap sebagai kerja kasar seperti yang dilakukan oleh kakek, paman, ayah, atau tetangga mereka. Maka inilah awalnya mengapa nilai life skill (kecakapan hidup) tercerabut dari lingkungan keluarga atau budaya anak kita.

Membiasakan Anak Sejak Dini

Iskandar, salah seorang anak SD Tripusaka ini mengayuh sepeda onthelnya menuju pasar klewer. Matahari yang sedang terik-teriknya, tidak menjadikan dirinya tetap tinggal dirumah. Sudah menjadi kesepakatan dalam keluarganya, bahwa sepulang sekolah, Iskandar harus segera ke pasar Klewer mengantar rantang makan siang untuk mamanya yang sedang menjaga toko, setelah itu ikut membantu mamanya berjualan.

Iskandar tidak merasa malu dengan tugas yang ia emban. Menurutnya, sudah menjadi kebiasaan keluarganya untuk berbagi tugas. Bukan hanya dia yang melakukan hal serupa. Banyak teman-teman sesama keturunan cina juga membantu orang tuanya kerja dibengkel, jaga toko, menjadi tukang cuci piring direstoran milik keluarga, dll.

Kebiasaan membantu orang tua dalam menjalankan bisnis, lambat laun menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi sang anak. Mereka jadi lebih tahu akan ilmu bisnis yang hampir pasti tidak mereka dapatkan dimeja sekolah. Mental bisnis ini terbentuk seiring dengan perkembangan jiwa mereka.

Fenomena Iskandar dan teman-temannya di atas, merupakan fenomena biasa yang dapat ditemui. Pembagian tugas antar anggota keluarga dengan tanggung jawab penuh, secara bertahab bisa menjadikan mental anak lebih mandiri dibanding dengan anak-anak yang dididik dengan cara ”apa saja disediakan, tinggal minta orang tua” alias manja.

Sedangkan fenomena Iskandar dan teman-temannya merupakan suatu tahap pendidikan dari orang tua agar anaknya melek bisnis. Yang pada tahap tertentu menghasilkan mental wirausaha anak sejak dini.

Fenomena inilah yang jarang ditemui dalam pola didik orang tua jawa/pribumi. Tidak sedikit orang kaya jawa/pribumi yang anaknya tidak mampu mengikuti kesuksesan orang tua. Memang banyak faktor penyebab. Tetapi, boleh jadi bila dilihat dari sudut pendidikan ”bisnis” dari orang tua ke anak, fenomena Iskandar jarang diterapkan oleh kaum pribumi.

Tidak heran jika kaum cina selalu unggul dalam hal bisnis. Kesuksesan mereka tidak berhenti karena umur mereka, namun terus mengelinding bak bola salju hingga anak cucu mereka. Karena mereka sukses dalam mendidik mental wirausaha anak sejak dini. Bagaimana dengan kita?

Dalam struktur masyarakat Islam, keluarga adalah instrument paling penting dalam mengokohkan pilar-pilar masyarakat. “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka” adalah firman Allah SWT untuk menunjukkan nilai penting keluarga dalam peradaban manusia. Keluarga adalah pusat regenerasi ummat.

Persoalannya, bagaimana membangun karakter anak sejak dini di tengah-tengah gelobalisasi dunia. Bagaimana pendidikan moral agama mampu mendidik anak sejak dini memiliki jiwa wirausaha atau kemandirian sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh negatif globalisasi.

Pertanyaan mendasar, sejak kapan merencanakan anak berkarakter. Menurut dosen Fakultas Tarbiyah STAIN Surakarta, Irfan Supandi, S.Pdi, M.Pd, mendidik mental wirausaha anak dapat dilakukan sejak dini. yaitu dengan tahap pengenalan, bukan sebagai pelaku.

Lebih lanjut Irfan menambahkan bahwa pengenalan bisnis pada anak dapat dilakukan melalui pelajaran sekolah. ” Jika kita cermati, ada yang kurang pas dari buku-buku pelajan kita saat SD dulu. Kebanyakan mengajarkan kalimat-kalimat konsumtif, contohnya “ibu membeli sayur dipasar”, atau “Wati membeli buku di toko”. Kalimat-kalimat ini secara tidak langsung mengajarkan pada kita untuk menjadi konsumen. Bukan produsen. akibatnya, secara pelan-pelan anak terbiasa menjadi konsumen dibanding produsen karena kebiasaan sejak kecil telah dikondisikan seperti itu”, kata pengusaha kacang garing ini.

Lain ladang lain pula buahnya, lain orang lain pula pendapatnya. Menurut Iskandarsyah, pengusaha terpal dari keluarga cina ini, untuk menumbuhkan mental wirausaha pada anak dapat dilakukan dengan ikut memerankan mereka (anak-anak-red) dalam bisnis orang tua. “Tentu sesuai dengan kemampuan mereka. Seperti waktu saya kecil. Saya mendapat tugas untuk mengantarkan rantang makan siang pada mama di pasar klewer. Ini membuat saya tidak canggung di pasar, karena telah terbiasa dipasar”, kata bapak dari Tamara ini.

Fenomena Iskandar di atas memberikan isyarat agar karakter seorang anak dibangun melalui apa yang didengarkan, apa yang dilihat dan apa yang dirasakan. Pendengaran dan penglihatan adalah pintu masuk pelajaran sebelum masuk menempa hati nuraninya. Melalui seluruh indra yang manusia miliki inilah, akan muncul jiwa yang kuat terkait dengan apa-apa yang diterima oelh indra. Bila anak terbiasa dengan dunia bisnis sejak kecil, maka karakter inilah yang akan muncul kelak ketika ia dewasa. Bila anak terbiasa dengan lingkungan karyawan, maka karakter itulah yang akan melekat pada jiwa sang anak. Pendapat ini sesuai dengan yang disampaikan Iskandarsyah. ”jika kamu ingin mengajari anakmu menjadi wirausaha, berarti kamu harus memiliki usaha. Dengan begitu, anak akan terbiasa memiliki mental wirausaha sejak dini”, ungkap pengusaha cina muslim ini.

Jiwa kewirausahaan pada usia dini lebih kepada bagaimana membangun sifat dan karakter yang mandiri, bertanggung jawab. Hal ini senada dengan yang dikatakan Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Profesor Furqon Hidayatullah, bahwa mendidik anak dapat dilakukan dengan pembiasaan-pembiasaan positif, sehingga anak terbiasa dengan hal yang bersifat baik. ”sebagai contoh, Nabi muhammad memerintahkan kepada orang tua untuk memerintahkan anak sholat ketika umur 7 tahun, bila pada umur 10 tahun anak belum sholat, orang tua boleh memukulnya. Ini semua menekankan agar anak memiliki tanggung jawab atas dirinya sendiri”, ungkap Prof Furqon pada hadila saat ditemui hadila dikantornya.

Bagaimana dengan sikap memanjakan anak? Menurut pria Dekan FKIP UNS ini, memanjakan anak boleh, namun dengan batasan-batasan tertentu. ”mana yang berlebihan, mana yang tidak. Karena apa? Didikan anak besok, tergantung pada didikan anak sekarang ini”, tambah Prof furqon.

Peran ibu dalam mendidik anak sangatlah penting. Ibu memiliki keterkaitan batin yang kuat pada anak. Sehingga ikatan inilah yang mempermudah tranfer pengetahuan dan ilmu dari orang tua ke anak. ”Karena itu, semakin kecil anak, peran ibu semakin besar. Hal ini korehensif dengan sabda rosulullah bahwa surga dibawah telapak kaki ibu”, tambah prof. Furqon.

Mendidik anak memiliki mental wirausaha sejak dini bukan merupakan ekploitasi anak. ”dengan catatan tidak ada paksaan. Mereka (anak-red) senang menjalaninya”, ungkap prof. Furqon lagi.

Bagaimana bentuk pembentukan karakter tersebut? Lebih lanjut prof. Furqon menambahkan bentuk mendidik karakter anak sebagaimana mengajari anak tidak boros, rajin menabung, dan perbuatan terpuji lainnya. Dengan begitu, apabila ini dilakukan secara continyu, Secara bertahap akan membentuk karakter wirausaha yang kuat dalam diri anak.

Beberapa langkah yang dapat diajarkan sejak anak balita sampai usia dini adalah pertama, membiasakan anak untuk mengungkapkan gejolak jiwanya dalam bentuk sesuatu yang tertulis baik berupa tulisan maupun gambar. Kedua, mendidik anak dengan kebaikan-kebaikan yang muncul dari dirinya sendiri sebagai hasil dari serapan anak terhadap lingkungan atau apa yang dilihat dari orang tua, guru dan teman-temannya. Ketiga, membiasakan perbuatan baik yang sudah dilakukan, Keempat, menjadikan kebiasaan itu menjadi karakter. Salah satu ciri menjadi karakter adalah jika perbuatan itu tidak dilakukan, maka anak akan merasa kehilangan dan atau mengingatkan akan kebiasaan yang belum dilakukan tersebut.

Mendidik keturunan menjadi anak yang sholeh, dan berjiwa mandiri akan tergantung kepada kondisi dan kualitas orang tuanya, lingkungan yang dibangun dan pendidikan yang diusahakan. Proses mencari pasangan hidup pada dasarnya pendidikan anak sudah dimulai. Pasangan hidup yang dibangun atas landasan tuntunan Allah dan Rasul-Nya akan melahirkan generasi yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Wallahu A’lam Bish-Showab

sumber : 

https://hadila.solopeduli.com/index.php?mod=artikel&act=view&id=86#comment

Search site