MOTIVASI LUAR BIASA DAHSYAT

''Wirausaha Tak Butuh Ijazah''

16/09/2009 08:14
PEREKONOMIAN nasional yang belum pulih membuat masyarakat makin dituntut segera mewujudkan masyarakat wirausaha (entrepreneurial society). Angka pengangguran yang terus bertambah dan kini menjadi problem nasional hanya bisa diatasi lewat kemunculan wirausaha-wirausaha muda yang diharapkan bisa membuka lapangan kerja. Kemunculan para wirausaha muda tersebut tentu secara langsung akan menekan angka pengangguran sekaligus menggairahkan kembali dunia bisnis. Namun, kenyataan sehari-hari sering kurang mendukung upaya menciptakan masyarakat wirausaha. Contohnya yang sederhana sebagian orang masih ingin menjadi pegawai negeri atau pegawai suatu perusahaan dibandingkan dengan berwirausaha. Bahkan, beberapa perguruan tinggi pun masih mengukur kesuksesannya kalau banyak lulusannya diterima di instansi pemerintah. ''Untuk jadi wirausaha sejati tidak perlu indeks prestasi (IP) tinggi, ijazah, apalagi modal uang. Saat yang tepat justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart (cerdas dalam praktik) saja,'' ungkap H Suwanto, pengusaha Semarang dalam Seminar Nasional Pemuda dan Pembangunan Ekonomi Indonesia di kampus IAIN Walisongo, Sabtu lalu. Pembicara lainnya adalah Pemimpin Umum Suara Merdeka Ir Budi Santoso, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Muhammad Taufiq, serta Rektor Unnes Dr AT Soegito. Menurut Suwanto, untuk menjadi wirausaha muda yang kuat seseorang harus punya keberanian mencoba. Pada dasarnya seorang wirausaha dalam situasi sesulit apa pun makin tertantang untuk mencoba. Dengan kata lain, berani mencoba dan orang yang selalu berani mencoba itulah yang pada akhirnya meraih kemenangan atau kesuksesan. ''Berdasarkan pengalaman, seorang wirausaha adalah orang yang tidak mudah percaya sebelum mencoba. Makin banyak cobaan justru dapat membakar semangat kewirausahaan,'' tandasnya. Pendek kata, keberhasilan dalam bisnis memang sangat ditentukan oleh semangat kewirausahaan yang tinggi. Dengan demikian, sikap mencoba dan mencoba terus perlu dilakukan. Sebab, jika hanya mengandalkan sektor pendidikan formal tidak mungkin. ''Struktur pendidikan kita tidak diarahkan sedemikian rupa pada pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki jiwa wirausaha,'' tambah Ir Budi Santoso. Penggerak Dia menyebutkan, tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa maju dan berkembang tanpa dukungan dunia usaha yang kuat. Kemapanan negara-negara yang ekonominya kuat tidak terlepas dari keberhasilan membangun kekuatan wirausaha. ''Sebab, para wirausaha itulah yang menjadi pelaku sekaligus penggerak roda perekonomian,'' tegas Budi. Para wirausaha itu tidak hanya menjadi job seeker (pencari kerja), tetapi justru menciptakan lapangan kerja. Dia menekankan, untuk berwirausaha tidak harus memiliki perusahaan berskala besar, tapi bisa diciptakan dari yang kecil atau biasa disebut usaha kecil menengah (UKM). ''Sekarang yang penting adalah menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki jiwa wirausaha,'' ujarnya. Lalu, bagaimana cara mencetak wirausaha? Budi Santoso mengatakan, salah satu faktor penunjang adalah mental, pengetahuan, dan keterampilan ditambah kewaspadaan. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah kelahiran para wirausaha muda sebagian besar justru tidak berasal dari pendidikan formal. Mereka lebih banyak mendapat ilmu dari praktik di lapangan dalam menjalankan sebuah usaha. ''Posisi pendidikan tinggi sebagaimana pendidikan formal pada umumnya kurang membina mental. Karena itu, jika ingin berperan dan fungsinya lebih optimal, perlu pembenahan kurikulum yang bisa menggembleng mental sekaligus melakukan praktik wirausaha,'' tutur dia. Di kampus, salah satu arena untuk mendidik seorang wirausaha adalah melalui koperasi mahasiswa. Di sana harusnya calon sarjana bisa belajar menjadi pengusaha mandiri dengan belajar mengelola koperasi secara profesional. Sayang, hal itu jarang dimanfaatkan. Justru sebaliknya koperasi mahasiswa tidak berkembang lantaran tidak ditangani serius. ''Mestinya koperasi yang memang mirip sebuah perusahaan itu dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk belajar bagaimana mengelola sebuah usaha dengan landasan profit meskipun tetap memiliki fungsi sosial,'' imbuh dia. Rektor Unnes AT Soegito berpendapat, sudah saatnya para mahasiswa atau orang tua tidak lagi berorientasi setelah lulus menjadi pegawai pemerintah atau pegawai perusahaan. Salah satu caranya adalah mengakomodasi prinsip-prinsip kewirausahaan pada kurikulum dan diimplementasikan secara integral dalam setiap mata kuliah. ''Jadi, mahasiswa tidak hanya sebagai cendekiawan dan ahli dalam suatu disiplin ilmu, tetapi juga memiliki semangat kewirausahaan,'' tandasnya. Kemampuan intelektual yang memadai di bidangnya akan lebih bermakna dalam kehidupan ketika diiringi dengan memiliki keterampilan berusaha. Karena itu, mengintegrasikan prinsip-prinsip kewirausahaan pada kurikulum di perguruan tinggi menjadi keharusan untuk menghadapi masalah ketenagakerjaan. Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Muhammad Taufiq mengatakan, koperasi pemuda dan mahasiswa merupakan koperasi kader dan kader koperasi. Artinya, sebagai wadah untuk menempa mahasiswa untuk belajar berkoperasi sekaligus berwirausaha dengan harapan mereka menjadi kader wirausaha pada masa mendatang. (Arie Widiarto-53e)
Back

Search site